BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kebanyakan orang menjelaskan bahwa olahraga merupakan suatu
aktifitas tubuh yang dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk menjaga
kebugaran jasmani, tetapi kebanyakan orang masih belum memahami tentang ilmu
olahraga serta, apa, mengapa, dan bagaimana olahraga itu disebut sebagai ilmu.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai beberapa alasan
dan gambaran bahwa olahraga termasuk sebagai ilmu, agar masyarakat memahami lebih
jauh lagi tentang gambaran umum mengenai ilmu olahraga.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Aspek apa saja sifat atau ciri - ciri
dari ilmu?
2. Apa olahraga disebut sebagai ilmu?
3. Mengapa olahraga disebut sebagai ilmu?
4. Bagaimana olahraga bisa disebut sebagai
suatu ilmu?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui sifat dan cirri - ciri dari
ilmu.
2. Mengetahui apa olahraga termasuk
sebagai suatu ilmu.
3. Mengetahui alasan bahwa olahraga
merupakan suatu ilmu.
4. Mengetahui tentang olahraga merupakan
suatu ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ILMU
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi
ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Berikut adalah aspek – aspek yang menjadi syarat dari sebuah ilmu:
- Obyektif. Ilmu harus
memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama
sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya
dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji
keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran
obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang
penelitian.
- Metodis. adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi
dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin
kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang
berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang
digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
- Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan
menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan
yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara
utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam
rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
- Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Uyoh
Sadulloh (1994:44) menyebutkn karakteristik dari ilmu,
(1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan
merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa
terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara
pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa
ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif
B.
OLAHRAGA SEBAGAI ILMU
Ilmu Keolahragaan memiliki
sejarah yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan ilmu-ilmu disipliner lain
seperti filsafat, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Bidang ilmu dibawahnyapun
masih tergolong baru. Oleh karena itu, sangat penting bagi Ilmu Keolahragaan
untuk membangun dasar-dasar teoritis sebagai sebuah disiplin ilmiah.
Haag (1994:
13) mengatakan,
“Dasar-dasar teoritis” menunjukkan konsep dasar, persoalan pokok, dan
pembenaran umum Ilmu Keolahragaan dengan bantuan prosedur teoritis. “Teori”
atau “teoritis” berarti refleksi mendalam yang dikembangkan secara baik dalam
standar-standar ilmiah. “Ilmu Keolahragaan” adalah nama bagi wissenschaft
yang hasilnya dihubungkan pada sub-sistem sosial yang sangat kompleks yang
disebut “olahraga”. Fenomena olahraga sangat beragam, banyak memiliki wajah,
dan dilihat dalam multidimensi, oleh karena itulah maka ilmu yang menguraikan
masalah ini, yakni Ilmu Keolahragaan, juga memperlihatkan karakter yang amat
kompleks. “Disiplin ilmiah” menunjukkan satu cabang dalam bidang luas dunia
ilmu. Pengembangan historis ilmu secara umum dapat dikarakteristikkan sebagai
proses diferensiasi dan spesifikasi konstan. Jadi, banyak disiplin ilmiah yang
eksis sekarang ini yang kelak akan lebih banyak lagi, karena proses
diferensiasi menjadi suatu proses yang kontinu
Sesuatu yang sangat penting dan vital
bagi Ilmu Keolahragaan - seperti halnya ilmu-ilmu lain seperti ilmu politik,
kedokteran, sastra dan lain-lain - adalah bahwa Ilmu keolahragaan menyajikan
sistem penelitian ilmiah, pengajaran, latihan, dan integrasi konstruktif
ilmu-ilmu lain di dalamnya. Tentu saja, dasar-dasar teoritis-filsafati harus
sudah kokoh terbangun sebagai syarat untuk dapat disebut sebagai ilmu mandiri.
Ilmu Keolahragaan adalah ilmu yang
relatif baru dan memiliki sejarah lebih pendek daripada bidang-bidang ilmu lain
seperti filsafat, hukum, fisika, biologi dan lain-lain. Oleh karena itu,
pendasaran teoritis-filsafati masih terus diupayakan, salah satunya melalui
integrasi cabang-cabang Ilmu Keolahragaan (seperti psikologi olahraga,
biomekanika olahraga) dan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tema kajian
seperti nutrisi, sex, meditasi dan sebagainya.
1.
Objek Studi Ilmu Keolahragaan
Haag (1994:
13) mengatakan,
Karakteristik dari objek studi Ilmu
Keolahragaan adalah fenomena gerak manusia. Fenomena gerak ini dalam konteks
keolahragaan menjadi amat kompleks karena mengandung muatan biologis,
psikologis, dan antropologis. Olahraga adalah bentuk perilaku gerak manusia
yang spesifik. Arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi
kegiatan dilaksanakan sedemikian beragam. Ini menunjukkan bahwa olahraga
merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan ekspresi budaya,
termasuk dalam hal ini kecenderungan khas ideologi, profesi, organisasi,
pendidikan dan sains.
Rusli dan Sumardianto (2000: 2)
mengungkapkan,
Sedangkan sifat universalitas
menunjukkan keanekaragaman olahraga yang dipengaruhi oleh keragaman sosial
budaya dan kondisi geografis yang spesifik Fenomena olahraga hadir di
masyarakat dan terkontrol di bawah restu nilai dan norma, di samping terikat
langsung oleh kapasitas kemampuan biologik.
Arah kajian Ilmu Keolahragaan secara
khusus adalah ilmu tentang manusia berkenaan dengan perilaku gerak insani yang
diperagakan dalam adegan bermain, berolahraga dan berlatih.
2.
Medan Kajian Ilmu Keolahragaan
Dalam KDI Keolahragaan (2000: 9)
dikatakan,
Fungsi Ilmu Keolahragaan adalah
mengkaji persoalan berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan
mengungkapkan pengetahuan sebagai jawabannya secara ilmiah. Berkaitan dengan
objek formalnya, maka medan pengkajian Ilmu Keolahragaan mencakup spektrum aktivitas
pendidikan jasmani yang cukup luas, yang meliputi: (1) bermain (play), (2)
berolahraga (dalam arti sport) (3) pendidikan jasmani dan kesehatan (physical
and health education), (4) rekreasi (recreation and leisure), dan
(5) tari (dance). Hal ini tampak jelas dari sisi praktis atau layanan
profesional yang pada gilirannya menjadi lahan subur bagi pengembangan batang
tubuh Ilmu Keolahragaan itu sendiri
a.
Bermain
Huizinga (1950: 18-21) memaparkan, “karakteristik
bermain sebagai dorongan naluri, aktivitas bebas, dan pada anak merupakan
keniscayaan sosiologis dan biologis”. Ciri lain yang amat mendasar yakni
kegiatan itu dilaksanakan secara suka rela, tanpa paksaan, dalam waktu luang.
Huizinga menyebutkan juga ciri khusus permainan: ini bukanlah kehidupan “nyata”
dan kebebasan mewarnai aktivitas tersebut.
b. Olahraga (Sport)
Istilah olahraga yang digunakan disini
merupakan istilah generik, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada
pengertian sempit olahraga prestasi-kompetitif-elit untuk sementara olahragawan
yang pelaksanaannya dikelola secara formal seperti lazim dijumpai pada
cabang-cabang olahraga resmi, tetapi juga jenis-jenis aktivitas jasmani lainnya
yang bersifat informal.
Olahraga sebagai kata majemuk berasal
dari kata olah dan raga. Olah artinya upaya untuk mengubah atau mematangkan,
atau upaya untuk menyempurnakan. Bisa juga olah diinterpretasikan
sebagai perubahan bunyi istilah ulah, yang berarti perbuatan atau
tindakan. Sedangkan raga berarti badan/fisik. Dengan demikian, secara
etimologis singkat, olahraga berarti penyempurnaan atau aktivitas fisik.
Olahraga itu sendiri pada hakikatnya
bersifat netral dan natural, namun masyarakatlah yang kemudian membentuk dan
memberi arti terhadapnya. Sesuai dengan fungsi dan tujuannya, olahraga dapat
dirinci sebagai berikut.
1. Olahraga pendidikan
2.
Olahraga kesehatan
3.
Olahraga rekreatif
4.
Olahraga
rehabilitatif
5.
Olahraga kompetitif
Karena karakteristik olahraga semakin
kompleks, selain mengandung muatan bio-psiko-sosio-kutural-antropologis dan
juga teknologis (techno-sport) serta respon lingkungan (eco-sport),
maka amat sukar menetapkan sebuah batasan. Namun demikian dapat diidentifikasi
ciri yang bersifat umum (common denominator) sebagai berikut:
1. olahraga merupakan subsistem dari
bermain: pelaksanaan secara sukareka tanpa paksaan;
2. olahraga berorientasi pada dimensi
fisikal: kegiatan itu merupakan peragaan keterampilan fisik;
3. olahraga merupakan kegiatan riil,
bukan ilusi atau imajinasi;
4. olahraga, terutama olahraga
kompetitif, menekankan aspek performa dan prestasi sehingga di dalamnya
terlibat unsur perjuangan, kesungguhan, dan faktor surprise sebagai
lawan dari faktor untung-untungan sehingga performa itu dicapai melalui usaha
pribadi;
5. olahraga berlangsung dalam suasana
hubungan sosial dan bersifat kemanusiaan, bukan membangkitkan naluri rendah,
bahkan justru membangun solidaritas;
6. olahraga harus bermuara pada upaya untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan total (wellness).
Hasil investigasi filsafati Scacht mengisyaratkan
suatu keterbukaan ontologis olahraga, dipandang dari filsafat ilmu. Artinya,
ekstensifikasi dan intensifikasi ilmiah dapat terjadi sampai pada interaksi
yang bahkan revolutif di tingkat ontologis, misalnya pergeseran objek studi.
Apabila di penelitian ini objek studi Ilmu Keolahragaan dibatasi pada fenomena
gerak manusia, maka seiring perkembangan teknologi olahraga dalam techno-sport,
bisa jadi pengabsahan-pengabsahan permainan yang sangat baru dengan instrumen
teknologis sebagai fokusnya, menghasilkan kesepakatan global tentang objek
studi Ilmu Keolahragaan yang baru. Objek studi Ilmu Keolahragaan kemudian tidak
hanya menyangkut gerak insani, namun juga prestasi piranti teknologi ciptaan
“atlet”, seperti yang dapat diamati pada perlombaan “Tamiya” di Indonesia
akhir-akhir ini.
3.
Maksud dan Sasaran Ilmu Keolahragaan
Pertanyaan apa yang dikaji oleh suatu
disiplin ilmu, merupakan pertanyaan mendasar yang dalam wilayah akademis
filsafat ilmu tercakup dalam ontologi ilmu (Jujun, 2002: 35). Permasalahan
maksud dan sasaran dari apa yang dikaji ilmu tertentu, merupakan permasalahan
ontologis juga yang merupakan cerminan pertanyaan-pertanyaan final “untuk apa?”,
atau “mengapa?”. Demikian juga dengan disiplin ilmu baru seperti Ilmu
Keolahragaan. Empat dimensi berikut ini menghasilkan sudut pandang berbeda
serta wilayah yang luas dari aspek-aspek yang menyusun keseluruhan jawaban dari
pertanyaan ontologis “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?”. Meskipun Ilmu
Keolahragaan keberadaannya masih baru, sejarah Ilmu Keolahragaan atau ilmu
aktivitas jasmani dapat dilacak ke awal-awal abad 20, tanpa mempertimbangkan
interpretasi yang diberikan oleh para filsuf dan sarjana medis sebelum tahun
1900 (Haag, 1994: 23). Pembahasan e“maksud dan sasaran” Ilmu Keolahragaan
berikut ini merupakan pendasaran yang sederhana dan dipersingkat.
a. Dimensi Historis
Pertimbangan historis menyajikan
kerangka kerja luas dalam mencari jawaban atau dapat menyumbang persepsi masa
kini Ilmu Keolahragaan secara lebih baik. Bagaimanapun, kesalinghubungan masa
lalu, masa kini, dan masa depan merupakan paradigma dasar berpikir yang tak
dapat diabaikan: mengetahui masa lalu, mengalami masa kini, membentuk masa
depan.
Gerakan, permainan dan olahraga sebagai
bagian budaya manusia memiliki sejarah yang menarik. Cara yang relatif objektif
dalam mendapatkan data dalam perspektif historis adalah menyampaikan perhatian
terhadap topik yang diberikan pada dokumen-dokumen kunci. Dengan menganalisa
hasil ini secara kronologis, kecenderungan dan perkembangan dapat diikuti
sampai situasi terkini.
b. Dimensi Komparatif
Perspektif horizontal termasuk dalam
dimensi komparatif; Ini berhubungan dengan perbandingan persoalan dan memberi
jawab dalam sedikitnya dua perbedaan latar belakang sosial-kultural atau
negara-negara. Dengan menyimpulkan informasi dari sudut pandang banyak negara,
bermacam-macam gagasan dan solusi dapat sangat meningkat. Keuntungan penggunaan
pendekatan komparatif berlipat tiga:
1. lebih banyak informasi dan sistem yang diperoleh tentang negara yang
berbeda;
2. pandangan yang lebih baik tercapai dalam sistem sendiri;
3. dihasilkan ide-ide untuk perbaikan situasi/sudut pandang sendiri.
c. Dimensi Situasional/Status Quo
Dimensi situasional berarti, situasi sekarang dianalisa sangat hati-hati
dalam rangka solusi ilmiah persoalan yang ada. Ini terutama terdiri dari
analisis pustaka yang relevan dengan Ilmu Keolahragaan dalam dekade terakhir.
Bahkan jika proses perkembangan Ilmu Keolahragaan ke arah kemantapan penuh dan
diakui disiplin akademis berada pada tingkat memuaskan, opini yang ada cukup
tersedia mengenai persoalan yang dihadapi. Bidang ilmiah yang baru dan sedang
berkembang harus selalu didiskusikan dan ditinjau kembali meta-teorinya sendiri
agar mencapai perkembangan besar dalam ranah ilmu pengetahuan. Oleh karenanya,
dimensi situasional mengenai pertanyaan “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?”
menjadi penting untuk dapat dipertimbangkan. Dua parameter digunakan dalam
dimensi situasional: terminologi mengenai lembaga-lembaga Ilmu Keolahragaan dan
perkembangan jurnal dan organisasi-organisasi Ilmu Keolahragaan pada level
nasional dan internasional. Tidak diragukan bahwa dimensi situasional harus
dipertimbangkan sebagai dasar tindakan masa depan. Satu kesalahan, jika sesuatu
di masa lalu yang tetap konstan atau selalu berhubungan dengan apa yang disebut
impian masa depan yang lebih baik, kehilangan perspektif kekinian, situasi
aktual dan kondisi-kondisi konkret
Kesulitan yang langsung tampak pada eksplorasi pendasaran ontologis Ilmu
keolahragaan dalam dimensi ini adalah sifatnya yang cenderung berpijak pada
ruang dan waktu tertentu, sehingga pola universalitasnya harus terlebih dahulu melewati
kompromi-kompromi keilmuan global. Sejauh mana olahraga keindonesiaan tercatat
dalam kamus dimensi situasional, ditentukan oleh sosialisasi global informasi
keolahragaan Indonesia.
d. Dimensi Masa Depan
Dimensi ini lebih merupakan sifat dasar
hipotetis dan bukan bukti secara ilmiah. Bagaimanapun, ini merupakan tugas
perguruan tinggi dan sarjana yang termasuk dalam kerja universitas untuk
berpikir ke depan, untuk mengembangkan perspektif dan untuk berkarya pada
konsep masa depan, didasarkan pada susunan pengetahuan sejarah dan pemahaman
kekinian yang seimbang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa olahraga merupakan sebuah ilmu yang mempunyai objek studi,
medan kajian, maksud dan sasaran ilmu,
serta mempunyaai sifat yang sistematis, dan universal. Olahraga mempunyai
maksud dan sasaran. Permasalahan maksud dan sasaran dari apa yang dikaji ilmu
tertentu, merupakan permasalahan ontologis juga yang merupakan cerminan
pertanyaan-pertanyaan final “untuk apa?”, atau “mengapa?”.