Rabu, 22 Januari 2014

MAKALAH FILSAFAT "OLAHRAGA SEBAGAI ILMU"

BAB I

PENDAHULUAN



A.    LATAR BELAKANG

Kebanyakan orang menjelaskan bahwa olahraga merupakan suatu aktifitas tubuh yang dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk menjaga kebugaran jasmani, tetapi kebanyakan orang masih belum memahami tentang ilmu olahraga serta, apa, mengapa, dan bagaimana olahraga itu disebut sebagai ilmu.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai beberapa alasan dan gambaran bahwa olahraga termasuk sebagai ilmu, agar masyarakat memahami lebih jauh lagi tentang gambaran umum mengenai ilmu olahraga.
Beberapa aspek yang disebut sebagai syarat suatu ilmu yakni obyektif, metodis, sistematis, dan universal. Dan aspek – aspek tersebut pun terdapat dalam ilmu olahraga.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Aspek apa saja sifat atau ciri - ciri dari ilmu?
2.      Apa olahraga disebut sebagai ilmu?
3.      Mengapa olahraga disebut sebagai ilmu?
4.      Bagaimana olahraga bisa disebut sebagai suatu ilmu?

C.    TUJUAN PENULISAN

1.      Mengetahui sifat dan cirri - ciri dari ilmu.
2.      Mengetahui apa olahraga termasuk sebagai suatu ilmu.
3.      Mengetahui alasan bahwa olahraga merupakan suatu ilmu.
4.      Mengetahui tentang olahraga merupakan suatu ilmu.


BAB II

PEMBAHASAN



A.    ILMU

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Berikut adalah aspek – aspek yang menjadi syarat dari sebuah ilmu:
  1. Obyektif. Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
  2. Metodis. adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).

Uyoh Sadulloh (1994:44) menyebutkn karakteristik dari ilmu,
(1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif


B.     OLAHRAGA SEBAGAI ILMU

Ilmu Keolahragaan memiliki sejarah yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan ilmu-ilmu disipliner lain seperti filsafat, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Bidang ilmu dibawahnyapun masih tergolong baru. Oleh karena itu, sangat penting bagi Ilmu Keolahragaan untuk membangun dasar-dasar teoritis sebagai sebuah disiplin ilmiah.
Haag (1994: 13) mengatakan,
“Dasar-dasar teoritis” menunjukkan konsep dasar, persoalan pokok, dan pembenaran umum Ilmu Keolahragaan dengan bantuan prosedur teoritis. “Teori” atau “teoritis” berarti refleksi mendalam yang dikembangkan secara baik dalam standar-standar ilmiah. “Ilmu Keolahragaan” adalah nama bagi wissenschaft yang hasilnya dihubungkan pada sub-sistem sosial yang sangat kompleks yang disebut “olahraga”. Fenomena olahraga sangat beragam, banyak memiliki wajah, dan dilihat dalam multidimensi, oleh karena itulah maka ilmu yang menguraikan masalah ini, yakni Ilmu Keolahragaan, juga memperlihatkan karakter yang amat kompleks. “Disiplin ilmiah” menunjukkan satu cabang dalam bidang luas dunia ilmu. Pengembangan historis ilmu secara umum dapat dikarakteristikkan sebagai proses diferensiasi dan spesifikasi konstan. Jadi, banyak disiplin ilmiah yang eksis sekarang ini yang kelak akan lebih banyak lagi, karena proses diferensiasi menjadi suatu proses yang kontinu
Sesuatu yang sangat penting dan vital bagi Ilmu Keolahragaan - seperti halnya ilmu-ilmu lain seperti ilmu politik, kedokteran, sastra dan lain-lain - adalah bahwa Ilmu keolahragaan menyajikan sistem penelitian ilmiah, pengajaran, latihan, dan integrasi konstruktif ilmu-ilmu lain di dalamnya. Tentu saja, dasar-dasar teoritis-filsafati harus sudah kokoh terbangun sebagai syarat untuk dapat disebut sebagai ilmu mandiri.
Ilmu Keolahragaan adalah ilmu yang relatif baru dan memiliki sejarah lebih pendek daripada bidang-bidang ilmu lain seperti filsafat, hukum, fisika, biologi dan lain-lain. Oleh karena itu, pendasaran teoritis-filsafati masih terus diupayakan, salah satunya melalui integrasi cabang-cabang Ilmu Keolahragaan (seperti psikologi olahraga, biomekanika olahraga) dan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi tema kajian seperti nutrisi, sex, meditasi dan sebagainya.

1.      Objek Studi Ilmu Keolahragaan

Haag (1994: 13) mengatakan,
Karakteristik dari objek studi Ilmu Keolahragaan adalah fenomena gerak manusia. Fenomena gerak ini dalam konteks keolahragaan menjadi amat kompleks karena mengandung muatan biologis, psikologis, dan antropologis. Olahraga adalah bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik. Arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedemikian beragam. Ini menunjukkan bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan ekspresi budaya, termasuk dalam hal ini kecenderungan khas ideologi, profesi, organisasi, pendidikan dan sains.
Rusli dan Sumardianto (2000: 2) mengungkapkan,
Sedangkan sifat universalitas menunjukkan keanekaragaman olahraga yang dipengaruhi oleh keragaman sosial budaya dan kondisi geografis yang spesifik Fenomena olahraga hadir di masyarakat dan terkontrol di bawah restu nilai dan norma, di samping terikat langsung oleh kapasitas kemampuan biologik.
Arah kajian Ilmu Keolahragaan secara khusus adalah ilmu tentang manusia berkenaan dengan perilaku gerak insani yang diperagakan dalam adegan bermain, berolahraga dan berlatih.

2.      Medan Kajian Ilmu Keolahragaan

Dalam KDI Keolahragaan (2000: 9) dikatakan,
Fungsi Ilmu Keolahragaan adalah mengkaji persoalan berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan mengungkapkan pengetahuan sebagai jawabannya secara ilmiah. Berkaitan dengan objek formalnya, maka medan pengkajian Ilmu Keolahragaan mencakup spektrum aktivitas pendidikan jasmani yang cukup luas, yang meliputi: (1) bermain (play), (2) berolahraga (dalam arti sport) (3) pendidikan jasmani dan kesehatan (physical and health education), (4) rekreasi (recreation and leisure), dan (5) tari (dance). Hal ini tampak jelas dari sisi praktis atau layanan profesional yang pada gilirannya menjadi lahan subur bagi pengembangan batang tubuh Ilmu Keolahragaan itu sendiri



a.      Bermain

Huizinga (1950: 18-21) memaparkan, “karakteristik bermain sebagai dorongan naluri, aktivitas bebas, dan pada anak merupakan keniscayaan sosiologis dan biologis”. Ciri lain yang amat mendasar yakni kegiatan itu dilaksanakan secara suka rela, tanpa paksaan, dalam waktu luang. Huizinga menyebutkan juga ciri khusus permainan: ini bukanlah kehidupan “nyata” dan kebebasan mewarnai aktivitas tersebut.

b. Olahraga (Sport)

Istilah olahraga yang digunakan disini merupakan istilah generik, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada pengertian sempit olahraga prestasi-kompetitif-elit untuk sementara olahragawan yang pelaksanaannya dikelola secara formal seperti lazim dijumpai pada cabang-cabang olahraga resmi, tetapi juga jenis-jenis aktivitas jasmani lainnya yang bersifat informal.
Olahraga sebagai kata majemuk berasal dari kata olah dan raga. Olah artinya upaya untuk mengubah atau mematangkan, atau upaya untuk menyempurnakan. Bisa juga olah diinterpretasikan sebagai perubahan bunyi istilah ulah, yang berarti perbuatan atau tindakan. Sedangkan raga berarti badan/fisik. Dengan demikian, secara etimologis singkat, olahraga berarti penyempurnaan atau aktivitas fisik.
Olahraga itu sendiri pada hakikatnya bersifat netral dan natural, namun masyarakatlah yang kemudian membentuk dan memberi arti terhadapnya. Sesuai dengan fungsi dan tujuannya, olahraga dapat dirinci sebagai berikut.
1. Olahraga pendidikan
                                    2. Olahraga kesehatan
                                    3. Olahraga rekreatif
                                    4. Olahraga rehabilitatif
                                    5. Olahraga kompetitif
Karena karakteristik olahraga semakin kompleks, selain mengandung muatan bio-psiko-sosio-kutural-antropologis dan juga teknologis (techno-sport) serta respon lingkungan (eco-sport), maka amat sukar menetapkan sebuah batasan. Namun demikian dapat diidentifikasi ciri yang bersifat umum (common denominator) sebagai berikut:
1. olahraga merupakan subsistem dari bermain: pelaksanaan secara sukareka tanpa paksaan;
2. olahraga berorientasi pada dimensi fisikal: kegiatan itu merupakan peragaan keterampilan fisik;
3. olahraga merupakan kegiatan riil, bukan ilusi atau imajinasi;
4. olahraga, terutama olahraga kompetitif, menekankan aspek performa dan prestasi sehingga di dalamnya terlibat unsur perjuangan, kesungguhan, dan faktor surprise sebagai lawan dari faktor untung-untungan sehingga performa itu dicapai melalui usaha pribadi;
5. olahraga berlangsung dalam suasana hubungan sosial dan bersifat kemanusiaan, bukan membangkitkan naluri rendah, bahkan justru membangun solidaritas;
6. olahraga harus bermuara pada upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan total (wellness).
Hasil investigasi filsafati Scacht mengisyaratkan suatu keterbukaan ontologis olahraga, dipandang dari filsafat ilmu. Artinya, ekstensifikasi dan intensifikasi ilmiah dapat terjadi sampai pada interaksi yang bahkan revolutif di tingkat ontologis, misalnya pergeseran objek studi. Apabila di penelitian ini objek studi Ilmu Keolahragaan dibatasi pada fenomena gerak manusia, maka seiring perkembangan teknologi olahraga dalam techno-sport, bisa jadi pengabsahan-pengabsahan permainan yang sangat baru dengan instrumen teknologis sebagai fokusnya, menghasilkan kesepakatan global tentang objek studi Ilmu Keolahragaan yang baru. Objek studi Ilmu Keolahragaan kemudian tidak hanya menyangkut gerak insani, namun juga prestasi piranti teknologi ciptaan “atlet”, seperti yang dapat diamati pada perlombaan “Tamiya” di Indonesia akhir-akhir ini.

3.      Maksud dan Sasaran Ilmu Keolahragaan

Pertanyaan apa yang dikaji oleh suatu disiplin ilmu, merupakan pertanyaan mendasar yang dalam wilayah akademis filsafat ilmu tercakup dalam ontologi ilmu (Jujun, 2002: 35). Permasalahan maksud dan sasaran dari apa yang dikaji ilmu tertentu, merupakan permasalahan ontologis juga yang merupakan cerminan pertanyaan-pertanyaan final “untuk apa?”, atau “mengapa?”. Demikian juga dengan disiplin ilmu baru seperti Ilmu Keolahragaan. Empat dimensi berikut ini menghasilkan sudut pandang berbeda serta wilayah yang luas dari aspek-aspek yang menyusun keseluruhan jawaban dari pertanyaan ontologis “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?”. Meskipun Ilmu Keolahragaan keberadaannya masih baru, sejarah Ilmu Keolahragaan atau ilmu aktivitas jasmani dapat dilacak ke awal-awal abad 20, tanpa mempertimbangkan interpretasi yang diberikan oleh para filsuf dan sarjana medis sebelum tahun 1900 (Haag, 1994: 23). Pembahasan e“maksud dan sasaran” Ilmu Keolahragaan berikut ini merupakan pendasaran yang sederhana dan dipersingkat.

a. Dimensi Historis

Pertimbangan historis menyajikan kerangka kerja luas dalam mencari jawaban atau dapat menyumbang persepsi masa kini Ilmu Keolahragaan secara lebih baik. Bagaimanapun, kesalinghubungan masa lalu, masa kini, dan masa depan merupakan paradigma dasar berpikir yang tak dapat diabaikan: mengetahui masa lalu, mengalami masa kini, membentuk masa depan.
Gerakan, permainan dan olahraga sebagai bagian budaya manusia memiliki sejarah yang menarik. Cara yang relatif objektif dalam mendapatkan data dalam perspektif historis adalah menyampaikan perhatian terhadap topik yang diberikan pada dokumen-dokumen kunci. Dengan menganalisa hasil ini secara kronologis, kecenderungan dan perkembangan dapat diikuti sampai situasi terkini.

b. Dimensi Komparatif

Perspektif horizontal termasuk dalam dimensi komparatif; Ini berhubungan dengan perbandingan persoalan dan memberi jawab dalam sedikitnya dua perbedaan latar belakang sosial-kultural atau negara-negara. Dengan menyimpulkan informasi dari sudut pandang banyak negara, bermacam-macam gagasan dan solusi dapat sangat meningkat. Keuntungan penggunaan pendekatan komparatif berlipat tiga:
      1. lebih banyak informasi dan sistem yang diperoleh tentang negara yang berbeda;
                        2. pandangan yang lebih baik tercapai dalam sistem sendiri;
      3. dihasilkan ide-ide untuk perbaikan situasi/sudut pandang sendiri.

c. Dimensi Situasional/Status Quo

Dimensi situasional berarti, situasi sekarang dianalisa sangat hati-hati dalam rangka solusi ilmiah persoalan yang ada. Ini terutama terdiri dari analisis pustaka yang relevan dengan Ilmu Keolahragaan dalam dekade terakhir. Bahkan jika proses perkembangan Ilmu Keolahragaan ke arah kemantapan penuh dan diakui disiplin akademis berada pada tingkat memuaskan, opini yang ada cukup tersedia mengenai persoalan yang dihadapi. Bidang ilmiah yang baru dan sedang berkembang harus selalu didiskusikan dan ditinjau kembali meta-teorinya sendiri agar mencapai perkembangan besar dalam ranah ilmu pengetahuan. Oleh karenanya, dimensi situasional mengenai pertanyaan “apa fungsi Ilmu Keolahragaan itu?” menjadi penting untuk dapat dipertimbangkan. Dua parameter digunakan dalam dimensi situasional: terminologi mengenai lembaga-lembaga Ilmu Keolahragaan dan perkembangan jurnal dan organisasi-organisasi Ilmu Keolahragaan pada level nasional dan internasional. Tidak diragukan bahwa dimensi situasional harus dipertimbangkan sebagai dasar tindakan masa depan. Satu kesalahan, jika sesuatu di masa lalu yang tetap konstan atau selalu berhubungan dengan apa yang disebut impian masa depan yang lebih baik, kehilangan perspektif kekinian, situasi aktual dan kondisi-kondisi konkret
Kesulitan yang langsung tampak pada eksplorasi pendasaran ontologis Ilmu keolahragaan dalam dimensi ini adalah sifatnya yang cenderung berpijak pada ruang dan waktu tertentu, sehingga pola universalitasnya harus terlebih dahulu melewati kompromi-kompromi keilmuan global. Sejauh mana olahraga keindonesiaan tercatat dalam kamus dimensi situasional, ditentukan oleh sosialisasi global informasi keolahragaan Indonesia.

d.    Dimensi Masa Depan

Dimensi ini lebih merupakan sifat dasar hipotetis dan bukan bukti secara ilmiah. Bagaimanapun, ini merupakan tugas perguruan tinggi dan sarjana yang termasuk dalam kerja universitas untuk berpikir ke depan, untuk mengembangkan perspektif dan untuk berkarya pada konsep masa depan, didasarkan pada susunan pengetahuan sejarah dan pemahaman kekinian yang seimbang.


BAB III

PENUTUP



A.    KESIMPULAN

Dari paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa olahraga merupakan sebuah ilmu yang mempunyai objek studi, medan  kajian, maksud dan sasaran ilmu, serta mempunyaai sifat yang sistematis, dan universal. Olahraga mempunyai maksud dan sasaran. Permasalahan maksud dan sasaran dari apa yang dikaji ilmu tertentu, merupakan permasalahan ontologis juga yang merupakan cerminan pertanyaan-pertanyaan final “untuk apa?”, atau “mengapa?”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar